Terima kasih atas kunjungan anda !!!! KAMI SIAP MENYAMPAIKAN AMANAH ANDA KEPADA YANG BERHAK

Rabu, 25 Maret 2015

Memperbesar Alat Vital

Deskripsi :
Ada mitos bahwa lintah yang jumlahnya empat puluh satu dan dimasukkan ke dalam botol kemudian dikubur dalam tanah selama empat puluh satu hari, akan berubah menjadi minyak yang khasiatnya untuk memperbesar Mr. P (dzakar).

Pertanyaan :
Bagaimanakah hukum penggunaan minyak tersebut untuk membesarkan Mr. P?

Abstraksi :
Lintah di-Qiyas-kan sama seperti halnya cacing, karena cacing dan lintah itu sama sama "filum Annelida".

Dalilnya: “Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” (QS Al A’raf: 157). 

Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pendapat, yaitu: 
1.      Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.
2.      Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).
3.      Khobits bermakna bangkai, darah dan daging babi yang dianggap halal. Artinya, Allah mengharamkan bentuk penghalalan semacam ini padahal bangkai, darah dan daging babi sudah jelas-jelas haram.

Apakah ada dalil yang melarang untuk mengonsumsinya? Jika tidak ada, maka kembali ke hukum asalnya halal. Karena sekali standar menjijikkan bagi kita bukanlah standar orang, tetapi dikembalikan pada dalil. Wallahu a’lam, sampai saat ini belum ditemukan dalil yang mengharamkan cacing. Sehingga dari sini tidak masalah jika cacing digunakan sebagai obat, sebagai pakan ternak, atau dibudidayakan.

Ada juga yang menyatakan bahwa lintah termasuk spesies binatang melata (hasyarôt) yang tidak berbisa. Kendati ada sebagian hasyarôt yang halal di makan, namun mayoritas ulama mengharamkan hampir semua macam dari spesies ini dengan berdasarkan ayat aL-Qur'ân yang secara implisit memberikan ketentuan halal-haram makanan.
"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. aL-A'râf : 157).

Keharaman jenis binatang ini, memberikan konsekuensi mayyitah (bangkai) pada hasyarôt yang telah mati, sehingga dihukumi najis. Dalam satu hadits, Nabi secara tersirat melarang kita berlumur (tadhommukh) najis tanpa ada hajat tertentu. Di sisi lain, program pembesaran Mr. P tersebut termasuk taghyîr kholqillâh (merubah ciptaan Allah) di mana hukum asalnya adalah haram. Namun hukum asal ini akan berubah ketika ada pertimbangan yang bisa ditolerir secara syara'. Di antara pertimbangan syar'i yang memperbolehkan taghyîr kholqillâh berkaitan dengan kasus ini adalah;
·         Mu'âsyaroh bi al-ma'rûf, dengan wujud memuaskan isteri di ranjang yang merupakan anjuran syara;
·        Taghyîr kholqillâh yang dilarang —menurut satu versi— adalah yang bersifat permanen;
·         Berlumuran dengan najis diperbolehkan jika ada hajat.

Memandang program pembesaran Mr. P pada dasarnya tidak merubah bentuk dasar Mr. P, melainkan hanya merubah sifatnya, dan ini secara urf bukan dikatakan taghyîr kholqillâh, maka hukumnya diperbolehkan, lebih-lebih jika ada tujuan untuk menghilangkan aib. Dan bahkan menjadi sunah jika bisa menjadikan hubungan pasutri semakin harmonis. Namun yang perlu diperhatikan, unsur kenajisan minyak lintah tersebut mewajibkan untuk dibasuh.

Referensi :
1. Nail Al-Authar vol. VII hlm. 343
2. Qurroh Al-Ain hlm. 72
3. I'anah Ath-Thalibin vol. I hlm. 89-90 & 81
4. Aun Al-Ma'bud vol XI hlm. 171
5. Jami' Al-Ahkam Al-Qur'an vol. II hlm. 124 & vol. V hlm. 393